APA ITU KEBUDAYAAN
Kebudayaan
sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas
Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial,
ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward
Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa,
dan cipta masyarakat.
Dari berbagai
definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah
sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
KEBUDAYAAN JAWA TENGAH
(WAYANG KULIT)
Wayang kulit
adalah sebagian dari produk seni tradisionil klasik, yang secara sadar
dikembangkan secara konsepsionil. Konsep ini kemudian berakibat adanya
perumusan seni yang kemudian dipertahankan kelestariannya oleh pencintanya.
Konsep tersebut dibuat oleh orang yang biasa kita sebut dengan istilah “empu”.
Empu-empu ini merupakan orang yang dekat dengan orang yang mempunyai kekuasaan,
misalnya raja-raja. Selain itu empu juga seorang yang menurut istilah sekarang disebut
“all round”. Mumpuni dalam hampir segala bidang, dia seorang sastrawan, ahli
politik, ahli hukum, ahli siasat, ahli pandai besi. Contohnya Empu Gandring.
Apa sebab
wayang kulit dapat bertahan sampai sekarang ? Ini adalah karena dibuat menurut
konsep yang matang. Ada rencana dan ada pelaksanaan, serta sebelum itu sudah
di”research” matang-matang oleh sang empu dan anak buahnya.
Hal itulah
yang membedakannya dengan kesenian tradisionil non klasik dimana pendekatannya
bukan dari segi konsep. Kesenian tradisionil non klasik ini contohnya yang
paling jelas adalah seni anyam-menganyam, Dimana pola-pola anyaman tidak timbul
karena direncanakan terlebih dahulu secara koonsepsionil, tetapi lebih banyak
timbul karena segi teknis dan naluri manusia. Dengan kata lain, timbul karena
kebutuhan dan kemudian ditambah dengan naluri. Sehingga terbentuk sesuatu yang
bersifat estetis. Disini estetis timbul belakangan dan tidak secara
konsepsionil direncanakan dulu. Seni semacam ini banyak timbul dikalangan
rakyat jelata.
Pada seni
tradisionil klasik, semuanya sudah dipikirkan matang-matang. Ada konsepsinya
dan ada rumus-rumusnya. Berkembang dikalangan istana atau keraton, misalnya
Solo, Yogyakarta, Cirebon.
Kembali kepada
wayang tadi, wayang merupakan suatu seni yang juga termasuk katagori seni
tradisionil klasik. Dibuat berdasar suatu konsep yang matang. Tetapi apa
sebabnya sekarang begitu ditinggalkan orang ? Nah marilah kita lihat kaitannya
dengan sejarah kita.
Perkembangan
kesenian dipengaruhi oleh segi lingkungan yang berupa keadaan masyarakat,
pendidikan, dan situasi budaya suatu kelompok masyarakat dimana seni tersebut
berada. Baiklah kita tinjau satu persatu.
Keadaan
masyarakat, sifat
dari masyarakat yang sudah maju sudah kita ketahui, yaitu individuil. Sedangkan
sifat masyarakat yang belum maju adalah tradisionil. Individuil adalah sikap
hidup yang diketahui berasal dari barat. Sedang tradisionil ini merupakan sikap
hidup masyarakat timur pada umumnya.
Faktor
pendidikan, ini
sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan kesenian. Seperti kita ketahui,
sistem pendidikan jaman kolonial belanda mengakibatkan kita tidak mengenal lagi
kebudayaan tradisionil kita secara utuh. Ini baru dapat diakhiri setelah
Indonesia merdeka. Tetapi kita sudah terlanjur tidak kenal lagi dengan
kebudayaan kita sendiri. Yang kita kenal adalah semua seni berorientasi ke
dunia barat.
Faktor
situasi budaya,
apabila suatu kesenian tradisionil masih kuat atau hidup, maka ini akan
berpengaruh kepada seniman-seniman yang hidup disekitar tempat itu. Demikian
pula andaikan kehidupan tidak memperlihatkan seni tradisionil, maka
seniman-seniman itu akan mencari pegangan lain yang bukan tradisionil lagi.
Dari tiga hal
diatas, jelaslah sudah apa-apa yang menjadikan wayang kita itu menjadi kabur.
Yang jelas sekarang kita hidup pada jaman modern, maju. Dan kita tidak
menginginkan seni tradisionil kita binasa. Harus ada pendekatan antara hidup
modern dan tradisionil. Dan juga harus ada kesadaran bahwa hal itu memang
perlu. Di Asia baru satu negara yang diketahui dapat membuat seimbang antara
kehidupan modern dengan kehidupan tradisionil yaitu Jepang. Tetapi harus pula
diketahui bahwa Jepang tidak mengalami dijajah. Tetapi yang jelas, kehidupan
modern dan kehidupan tradisionil Jepang dapat berjalan sejajar, tanpa bentrok.
Ini merupakan contoh yang baik bagi kita.
Wayang ini
harus menjadi kebutuhan pribadi seseorang dulu untuk dapat kembali seperti
jaman lampaunya. Serta harus dicintai sepenuh hati.
Tendensi bahwa
wayang ini akhirnya hanya menjadi bahan tontonan saja yang hanya dimainkan
sekedar untuk menyenangkan hati, pesta-pesta, itulah yang akhir-akhir ini yang
kita lihat. Kalau pada kebudayaan barat, dikenal adanya gerakan total theatre, yaitu
gerakan untuk menyatukan antara pertunjukan dan penonton menjadi kesatuan; yang
akhir-akhir ini meluas. Dan kita ikut-ikutan mencontohnya, Begitu ? Padahal
yang pada jaman sekarang disebut dengan total theatre, pada wayang kulit sudah
dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Wayang kulit menjadi kesatuan dengan
hidup, kebutuhan kita sehari-hari. Malahan sekarang kita berusaha membuat jarak
antara pertunjukan dengan penontonnya. Ini dapat kita lihat dalam pertunjukkan
wayang, dibuat panggung khusus untuk pemain, dan ada jarak; kemudian baru
penonton, jauh dari panggung.
Seni-seni kita
pada mulanya, selalu merupakan total theatre, akrab dengan penonton. Tetapi
oleh ulah kita sendiri menjadi sesuatu yang berpisah dari kita. Seni bukan lagi
menjadi kebutuhan kita, hanya sekedar menghibur. Hanya sampai disitu saja.
Padahal pada
wayang kulit, yang disebut kesatuan antara pemain dan penonton sudah dicapai.
Bukan dengan dimainkan di panggung, tetapi dengan dimainkan di dalam rumah, di
pendopo, penonton berbaur dengan pemain. Sisa-sisa dari ini masih dapat kita
lihat pada pertunjukkan yang diadakan di desa-desa.
Kalau kita
ingin mengembalikan kesenian semacam wayang ini hidup seperti dulu, terlebih
dahulu harus kita cintai dan menjadi kebutuhan kita. Juga pembinaannya,
mempelajari kembali makna dan pesan yang ada didalamnya. Jangan membuat garis
pemisah antara penonton dengan pemain, yang akan menimbulkan ketegangan, gap
dan perasaan tidak enak. Penonton dan pemain haruslah lebur menjadi satu.
Sehingga perasaan pemain dan penonton sama.
Pendidikan
disini memegang peranan penting, seperti juga pada masa lalu karena pendidikan
yang menyebabkan kita mengenal lagi kebudayaan kita. Dengan pendidikan, kita
tidak mengenal lagi kebudayaan atau kesenian kita punah atau yang “hampir”
punah ini kepada generasi yang akan datang. Apresiasi sebagai jalan mempercepat
proses kenalnya. Disini pentingnya pentas-pentas. Semakin banyak pentas,
semakin banyak “perkenalan” dengan seni tradisionil.
TUJUAN KEBUDAYAAN
Tujuan
kebudayaan adalah untuk terus generasi muda agar terus menjaga kebudayaan dari
negeri sendiri dan dapat melestarikanya agar kebudayaan ini tidak punah ditelan
zaman apalagi sampai diakui oleh negara lain, oleh karena itu mari kita
sama-sama menjaga dan melestarikan kebudayaan negeri sendiri agar tidak punah,
bukan mengikuti kebudayaan dari negara lain yang dapat merusak mental dan
kepribadian bangsa sendiri. Dan agar para generasi muda masih mengetahui dan
mengenali kebudayaan dari negeri sendiri.
Sumber Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar